Islam Web

Artikel

  1. Home
  2. Artikel
  3. POKOK BAHASAN
  4. Sejarah Islam
  5. Sekte dan Aliran

Nushairiyyah

Nushairiyyah

Pengertian Nushairiyyah

Nushairiyyah merupakan aliran pengikut Muhammad ibnu Nushair An-Numairi. Dinamakan demikian karena dinisbatkan kepada pendirinya ini. Mereka adalah kelompok Syiah garis keras yang menuhankan Ali ibnu Abi Thâlib—Semoga Allah meridhainya. Mereka berasal dari kelompok Syiah Isma`îliyyah yang merupakan cabang dari Syiah Dua Belas Imam (Itsnâ `Asyariyyah/Râfidhah).

Perkembangannya

Setelah Al-Hasan Al-`Askari yang diklaim oleh Syiah Râfidhah sebagai imam kesebelas mereka meninggal dunia pada tahun 260 H., orang-orang garis keras yang loyal kepadanya berkumpul dan mengklaim bahwa Al-Hasan memiliki anak yang bersembunyi di ruang bawah tanah rumah ayahnya di Samarra, dan si anak ini adalah imam setelah ayahnya. Kemudian muncullah beberapa pengikut Syiah garis keras yang masing-masing mengklaim sebagai perantara antara imam yang—menurut mereka—bersembunyi di ruang bawah tanah itu dengan kaum Syiah. Di antara mereka itu adalah Muhammad ibnu Nushair yang para pengikutnya kemudian dikenal dengan Nushairiyyah karena dinisbatkan kepada namanya.

Nushairiyyah mulai berkembang sejak saat itu, sebagaimana juga berkembang kelompok-kelompok lain yang menjadi pengikut 'para perantara' lain, dan masing-masing kelompok ini saling mengingkari satu sama lain. Padahal, sejarah mengatakan bahwa Al-Hasan Al-`Askari wafat tanpa meninggalkan keturunan.

Nama-nama dan Julukan Nuhsairiyyah

Pada awalnya, mereka dikenal dengan nama Numairiyyah, tapi kemudian mereka menggunakan nama Nushairiyyah sejak masa Syaikh mereka, yaitu Al-Khushaibi. Mereka menyebut diri mereka dengan Al-Mukminûn (kaum yang beriman). Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyyah menyebutkan bahwa di antara julukan mereka adalah: Al-Malâhidah, Al-Qarâmithah, Al-Bâthiniyyah, dan Al-Ismâ`îliyyah. Pada masa penjajahan Perancis terhadap negeri Syam, mereka dikenal dengan nama Al-`Alawiyyûn.

Tempat Tinggal Mereka

Orang-orang Nushairiyyah tinggal di gunung-gunung Lâdziqiyyah (Lattakia), Hama, dan Homs di Suriah. Juga di Liwa Iskandruna, Tarsus, Adana atau Atana (sekarang di Turki), Kurdistan, dan lain-lain.

Golongan-golongannya

Aliran Nushairiyyah terbagi kepada empat golongan:

1. Al-Haidariyyah, terambil dari kata Haidar, julukan Ali ibnu Abi Thâlib—Semoga Allah meridhainya;

2. Asy-Syamâliyyah. Kelompok ini mengatakan bahwa Ali menetap di matahari, sehingga mereka juga dikenal dengan nama Asy-Syamsiyyah;

3. Al-Kilâziyyah atau Al-Qamariyyah. Mereka meyakini bahwa Ali berada di bulan;

4. Al-Ghaibiyyah. Mereka mengatakan bahwa Allah menampakkan diri kemudian bersembunyi, dan saat ini adalah masa Allah bersembunyi. Mereka meyakini bahwa Yang Tersembunyi itu adalah Allah yang merupakan Ali.

Tidak ada perbedaan antara kelompok-kelompok ini tentang dasar-dasar akidah mereka, seperti: menuhankan Ali, reinkarnasi, dan penyatuan Tuhan dengan makhluk (al-hulûl). Perbedaan pandangan di antara mereka hanya pada tempat keberadaan Ali; sebagian mengatakan ia di bulan, dan sebagian lainnya mengatakan di matahari.

Tokoh-tokohnya yang Terkemuka

Pendiri aliran Nushairiyyah adalah Muhammad ibnu Nushair An-Numairi. Kepempimpinan aliran ini selanjutnya berpindah kepada Muhammad ibnu Jundub, kemudian Al-Hasan ibnu Hamdân Al-Khushaibi yang merupakan Syaikh yang paling diagungkan dalam aliran Nushairiyyah.

Akidah-akidah Dasarnya

Akidah dasar mereka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Ali ibnu Abi Thalib menurut mereka adalah tuhan. Ia tinggal di awan; halilintar adalah suaranya, dan kilat adalah tawanya. Karena itulah, mereka mengagungkan awan. Sebagian mereka meyakini bahwa Ali berada di bulan atau matahari—seperti yang sudah disebutkan di atas.

2. Reinkarnasi merupakan salah satu akidah mereka. Dalam keyakinan mereka, orang yang tidak menyembah Ali akan dilahirkan kembali dalam bentuk unta atau keledai. Adapun ruh orang-orang beriman menurut mereka (yaitu yang menyembah Ali) akan mengalami proses perubahansebanyak tujuh kali, kemudian mengambil tempat di antara bintang-bintang. Siapa yang menyimpang di antara mereka akan dilahirkan kembali hingga menjadi suci atau diampuni dosa-dosanya.

3. Mereka mengingkari adanya kebangkitan, Surga, dan Neraka, serta meyakini qidam-nya alam (tidak adanya pencipta alam) sebagaimana keyakinan orang-orang kafir atheis.

Ibadah dan Rukun Islam Menurut Mereka

1. Syahadat mereka adalah mengisyaratkan lafal: `Ain, Mîm, Sîn (yaitu simbol untuk Ali, Muhammad, dan Salman. Ini mirip dengan akidah trinitas dalam agama Kristen).

2. Shalat adalah ungkapan untuk lima nama, yaitu: Ali, Hasan, Husein, Muhsin, dan Fâtimah. Menyebut lima nama ini—menurut mereka—dapat menggantikan mandi junub, wudhuk, dan syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban shalat yang lain.

3. Zakat dilambangkan dengan pribadi Salman.

4. Puasa adalah menjaga rahasia yang berkaitan dengan tiga puluh orang tokoh laki-laki mereka yang berwujud siang-siang hari Ramadhân, dan tiga puluh tokoh wanita mereka yang berwujud malam-malam hari Ramadhân.

5. Jihad adalah memperbanyak laknat (kutukan) kepada para musuh. Mereka mengatakan bahwa raja iblis adalah Umar ibnul Khaththâb, kemudian diikuti oleh Abu Bakar, kemudian Utsman—Semoga Allah meridhai mereka semua, memuliakan mereka, dan meninggikan derajat mereka dari perkataan para penganut ajaran atheis.

Apakah Akidah Ini Layak Dibantah

Menjelaskan kesesatan akidah-akidah mereka ini cukup dengan sekedar menyebutkannya. Akidah ini sama sekali tidak sejalan dengan teks (Al-Quran dan Sunnah), demikian juga akal sehat. Keyakinan-keyakinan mereka ini menggabungkan antara kebodohan dan kekufuran. Ia tidak lebih hanyalah tipuan orang yang bodoh, kegilaan orang yang tidak waras, dan igauan orang yang tidak berakal. Ia merupakan produk kekufuran kaum Bathiniyyah. Oleh karena itu, ide-ide mereka ini hanya hidup secara rahasia dan sembunyi-sembunyi. Pengikut akidah ini tidak mau menerima argumentasi teks (Al-Quran dan Sunnah) atau logika, tidak pula menerima fakta-fakta sains yang mengungkap tentang pembentukan awan dan terjadinya kilat, bahwa awan bukanlah tempat tinggal Ali, dan bahwa kilat bukanlah tawanya. Mereka tidak menerima semua argumentasi ini, karena mereka menggabungkan antara kedengkian dan kebodohan dengan konspirasi jahat terhadap Islam dan para pemeluknya.

Hari-hari Besarnya

Di antara hari-hari besar yang dirayakan oleh aliran Nushairiyyah adalah Hari Peringatan Kelahiran (Cristmas) yang mereka isi dengan minuman-minuman keras, hari raya Epiphany, hari raya Barbara (semuanya merupakan hari raya kaum Kristen), dan hari raya Nairuz—hari raya Majusi.

Kerahasiaan Agama dalam Nushairiyyah

Agama menurut mereka adalah sebuah rahasia. Wanita-wanita mereka tidak beragama sama sekali, karena mereka menganggap kaum wanita adalah makhluk yang lemah akal tidak bisa menyimpan rahasia. Seorang laki-laki tidak boleh tahu rahasia agamanya kecuali setelah berumur sembilan belas tahun, kemudian ia akan didoktrin dengan akidah Nushairiyyah dalam majelis-majelis khusus di tengah beragam pengaruh, teror mental, dan ritual-ritual aneh, sebagaimana yang diungkapkan salah seorang penganut Nushairiyyah.(*)

Konspirasi Mereka Bersama Musuh-musuh Islam

Mereka selalu bersama musuh-musuh yang melawan Islam dan Kaum Muslimin setiap saat. Sejarah mencatat lembaran-lembaran kelam mereka dalam hal ini. Mereka bergabung bersama pasukan Salib memerangi Kaum Muslimin.

Ketika pasukan Tatar menyerang Syam, orang-orang Nushairiyyah pun berpihak kepada Tatar dan membantu mereka membantai Kaum Muslimin. Ketika invasi Tatar redup, mereka bersembunyi di gunung-gunung untuk mengintai kesempatan lain, dan demikian seterusnya.

Hukum Islam terhadap Mereka

Berdasarkan hal-hal di atas, para ulama Islam secara sepakat menyatakan bahwa aliran Nushairiyyah tidak merupakan bagian dari Kaum Muslimin.

(*) Ia adalah Sulaiman Al-Urduni yang pada awalnya merupakan penganut Nushairiyyah sekaligus keturunan para pembesar aliran ini. Ia memeluk Kristen karena pengaruh dari beberapa misionaris Amerika, kemudian menulis sebuah buku yang mengungkap tentang kerahasiaan agama dalam aliran Nushairiyyah, judulnya: Al-Bârûkah As-Sulaimâniyyah (Hantu Sulaiman). Buku ini dicetak oleh para misionaris Amerika, namun kemudian menghilang secara bertahap sampai tidak lagi bisa ditemukan satu pun saat ini. Adapun penulis, keluarganya berulangkali mengirimkan surat dan membujuknya untuk kembali kepada mereka, sampai akhirnya ia percaya dan kembali pulang ke negara asalnya, namun di sana, mereka membunuhnya secara keji dengan cara membakarnya hidup-hidup.

Referensi-referensi Terpenting:

1. Fatâwâ Syaikhil Islâm Ibni Taimiyyah;

2. Al-Judzûrut-Târîkhiyyah li An-Nushairiyyah Al-`Alawiyah, karya Al-Husaini Abdullah;

3. Târîkhul Madzhâbil Islamiyyah, karya Muhammad Abu Zahrah;

4. Madzhâbul Islamiyyîn, karya Abdurrahman Badawi;

5. Islâm bilâ Madzâhib, karya Mushthafâ Asy-Syuk`ah;

6. Al-`Alawiyyûn aw An-Nushairiyyun,karya Al-`Askari.

Artikel Terkait