Islam Web

  1. Fatwa
  2. SHALAT JANAZAH DAN PEMAKAMAN
  3. Memandikan dan Mengkafani Jenazah
  4. Hukum Memandikan Jenazah
Cari Fatwa

Memandikan Mayit yang Terbakar

Pertanyaan

Seorang gadis muslim, di usia baligh 20 tahun, mati terbakar. Tanda-tanda tubuhnya lenyap tak berbekas. Tak bisa dikenali lagi, apakah ia laki-laki atau perempuan. Sampai-sampai tubuhnya pun mengecil setelah terbakar. Pertanyaannya, bagaimana cara memandikannya menurut Sunnah, dan mohon dalilnya? Dan apakah boleh laki-laki yang bukan termasuk mahramnya masuk untuk memandikannya padahal ia belum menikah? Sementara kita tahu bahwa jika para wanita yang masuk memandikannya akan membuat mereka menjerit-jerit, dan tidak tahan, karena pemandangannya sangat mengenaskan.

Jawaban

Segala puji bagi Allah. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah, beserta keluarga, dan para shahabat beliau. Ammâ ba`d.

Yang wajib diakukan dalam kondisi ini adalah memandikan gadis tersebut jika memungkinkan. Jika tidak memungkinkan, seperti khawatir tubuhnya akan terpisah-pisah karena terlepas, jenazah gadis tersebut ditayammumkan. Orang yang menayammumkannya menepukkan kedua tangannya ke tanah, lalu mengusapkan kedua tangannya itu ke wajah dan kedua telapak tangan si gadis. Kemudian si gadis dikafani dan dishalatkan.

Di dalam Kitab Al-Mughni disebutkan, "Yang tercabik-cabik, yang terbakar, dan yang tenggelam, jika memungkinkan untuk dimandikan, maka dimandikan. Jika khawatir tubuhnya akan terpotong-potong karena dimandikan, maka disiramkan air kepadanya sekali siraman dan tidak diusap-usap. Namun jika khawatir akan terlepas-lepas karena air, tidak perlu dimandikan, tapi ditayammumkan jika memungkinkan, seperti orang yang masih hidup yang tidak bisa terkena air. Jika tidak bisa dimandikan karena tidak adanya air, maka ditayammumkan. Jika sulit untuk memandikan sebagian tubuh jenazah tanpa sebagian yang lain, maka dimandikan bagian yang mungkin untuk dimandikan. Sementara sisanya ditayammumkan, sama seperti orang yang masih hidup."

An-Nawawi berkata, "Jika sulit untuk memandikan mayit, karena tidak ada air, atau karena terbakar, sehingga kalau dimandikan pasti akan semakin rusak, maka tidak perlu dimandikan, tapi ditayammumkan. Tayammum ini wajib, karena merupakan penyucian yang tidak berkaitan dengan usaha menghilangkan najis. Sehingga wajib dialihkan ketika tidak bisa menggunakan air ke tayammum."

Adapun perihal yang memandikan gadis tersebut, jika ia tidak mempunyai suami, maka yang memandikannya adalah para wanita. Diprioritaskan yang memiliki kekerabatan mahram, kemudian yang memiliki kekerabatan bukan mahram, kemudian perempuan asing (yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan). Jika tidak ada wanita, maka ia dimandikan oleh para laki-laki yang memiliki hubungan mahram paling dekat, lalu yang lebih dekat lagi. Mereka (para laki-laki yang memiliki hubungan mahram itu) boleh memandikannya sekalipun ada para wanita. Dan lebih baik, jika khawatir para wanita akan berteriak dan menjerit-jerit, jika tidak ada orang yang bisa memandikannya dari kalangan wanita dan laki-laki yang mempunyai hubungan mahram, mayoritas ulama berpendapat bahwa gadis tersebut ditayammumkan, tidak perlu dimandikan. Ada juga yang berpendapat bahwa ia harus dimandikan dari atas baju. Dan orang yang memandikan, membungkus tangannya dengan kain dan sejenisnya, serta menundukkan pandangan matanya jika memungkinkan.

Wallâhu a`lam.

Fatwa Terkait