Islam Web

Haji & Umrah

  1. Haji & Umrah
  2. Ringkasan Ajaran Islam

Tegar Memegang Kebenaran

Tegar Memegang Kebenaran

Sesungguhnya para penegak kebenaran, kapan dan di mana pun, selalu merupakan orang yang paling sabar dalam mempertahankan ucapan dan keyakinan mereka, meskipun konsekuensinya, mereka harus menanggung berbagai cobaan. Inilah yang dinamakan dengan ketegaran (tsabât) dalam kebenaran. Sikap tegar dalam mempertahankan kebenaran merupakan ciri khas para pejuang kebenaran sejak awal terbitnya fajar Islam, yaitu saat Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—mulai menyampaikan dakwah beliau secara terang-terangan. Dakwah beliau disambut oleh hanya segelintir orang. Kelompok yang sedikit itu disiksa dan diintimidasi oleh para musuh, untuk menyurutkan tekad mereka dalam memegang Agama baru itu. Namun berbagai cobaan itu justru membuat mereka semakin kokoh dan dan teguh dalam memegang kebenaran yang telah Allah tunjukkan kepada mereka.

Keteguhan mereka memegang kebenaran telah diakui oleh para musuh, sebelum diakui oleh para sahabat. Coba Anda perhatikan perkataan Abu Sufyân—Semoga Allah meridhainya—tatkala ia ditanya oleh Heraklius, Raja Romawi, tentang para shahabat Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam, "Apakah ada di antara mereka yang murtad dari Agamanya setelah menganutnya, dikarenakan rasa benci kepadanya?" Abu Sufyân—yang saat itu masih musyrik―berkata, "Tidak." Heraklius pun menimpali, "Begitulah iman, jika cahayanya sudah menyentuh hati."

Ibnu Taimiyah—Semoga Allah merahmatinya—pernah berkata, "Adapun ahlus sunnah dan ahlul hadits, tidak satu pun ulama mereka dan tidak pula orang-orang shalih di antara mereka yang rujuk dari perkataan atau keyakinan mereka. Mereka adalah manusia-manusia yang paling sabar mempertahankan semua itu, meskipun mereka harus mendapatkan siksaan yang berat dan intimidasi dengan berbagai cara."

Beginilah memang kondisi nabi-nabi terdahulu dan para pengikut mereka dahulu, seperti Ashhâbul Ukhdûd dan yang lainnya. Para salafusshalih dari kalangan shahabat dan tabi'in serta para imam lainnya juga mengalami hal yang sama. Sehingga Imam Malik berkata, "Janganlah kalian merasa iri terhadap seseorang yang tidak pernah mendapat cobaan dalam memegang perkara (Agama) ini."

Ia juga mengatakan, "Sesungguhnya Allah pasti menguji orang mukmin. Jika ia bersabar, derajatnya akan ditinggikan, sebagaimana disinyalir dalam firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya):

·         "Alif lâm mîm. Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan (saja) mengatakan: 'Kami telah beriman', sedang mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka. Maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Dia benar-benar mengetahui orang-orang yang berdusta." [QS. Al-`Ankabût: 1-3];

·         "Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar, dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami." [QS. As-Sajdah: 24];

·         "Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan saling menasihati supaya mentaati kebenaran dan saling menasehati supaya menetapi kesabaran." [QS. Al-`Ashr: 1-3]

Adalah sesuatu yang tidak diragukan lagi, bahwa pada zaman sekarang, cobaan yang dihadapi umat Islam sangat banyak dan beragam. Ada syubhat, syahwat, tipu daya harta, fitnah jabatan, ketenaran, dan lain-lain. Termasuk juga ke dalam cobaan itu adalah berkuasanya orang-orang zalim dan para tiran; mereka memenjarakan, menculik, menyiksa, mendustakan orang-orang beriman, dan berbagai cobaan lainnya―Semoga Allah menyelamatkan kita dari semua itu.

Karena hati selalu berbolak-balik, Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—selalu memohon kepada Allah untuk meneguhkan beliau dalam kebenaran. Salah satu doa beliau adalah: "Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hati hamba dalam agama-Mu."

Para ulama menyebutkan beberapa faktor yang dapat membantu seseorang tegar memegang kebenaran. Berikutnya kita sebutkan sebagian dari faktor-faktor tersebut:

1. Kembali kepada Allah dengan Menyatakan Rasa Butuh dan Berdoa Kepada-Nya

Seorang hamba tidak pernah bisa melepaskan diri dari Tuhannya, walau hanya sekejap mata. Jika Tuhan tidak meneguhkannya, niscaya ia akan tersesat dan celaka. Dalam hal ini, Allah―`Azza wa Jalla—berfirman kepada Nabi-Nya (yang artinya): "Dan kalau Kami tidak meneguhkan (hatimu) niscaya engkau hampir-hampir condong sedikit kepada mereka." [QS. AL-Isrâ': 74]

Oleh sebab itu, Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—senantiasa berdoa kepada Allah agar mengokohkan hati beliau dalam agama-Nya. Beliau juga sering bersumpah dengan ucapan: "Tidak, demi Dzat yang membolak-balikkan hati!"

Sesungguhnya rasa kebutuhan seorang hamba kepada Tuhan membuat ia senantiasa terikat dengan-Nya, serta selalu menghadap kepada-Nya. Dengan demikian, Allah pun mengatur urusan si hamba, serta menjauhkannya dari segala keburukan, perilaku keji, dan cobaan.

2. Mentadaburi, Mempelajari, dan Mengamalkan Al-Quran

Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya):

·         "Orang-orang kafir itu berkata, 'Mengapa Al-Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?' Demikianlah, supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar)." [QS. Al-Furqân: 32];

·         "Katakanlah: 'Rûhul Qudus (Jibril) menurunkan Al-Quran itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)." [QS. An-Nahl: 102]

Al-Quran mengandung targhîb (motivasi) dan tarhîb (ancaman), serta janji baik dan janji buruk. Hal itu sebagaimana disinyalir dalam firman Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—(yang artinya): "Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih." [QS. Al-Hijr: 49-50]. Dan ayat-ayat lainnya yang senada.

Mempelajari dan mendengarkan Al-Quran juga menambah keimanan, sebagaimana disinyalir dalam firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya):

"Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata, 'Siapakah di antara kalian yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?' Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah iman mereka, dan mereka merasa gembira." [QS. At-Taubah: 124]

Allah—Subhânahu wata`âlâ—juga berfirman mengenai orang-orang mukmin (yang artinya): "Apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka." [QS. Al-Anfâl: 2]

Al-Quran adalah penawar bagi penyakit syubhat dan syahwat, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya):

·         "Dan Kami turunkan dari Al-Quran itu sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman…" QS. Al-Isrâ': 82];

·         "Katakanlah: 'Al-Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin." [QS. Fushshilat: 44]

Seandaiinya hati sudah terbebas dari berbagai syubhat dan kendali syahwat, maka ia akan kokoh di hadapan berbagai cobaan, serta akan teguh memegang kebenaran.

Di dalam Al-Quran juga terdapat kisah-kisah orang-orang terdahulu. Kisah-kisah itu memberi kabar gembira kepada orang-orang beriman tentang akan datangnya kemenangan dan pertolongan Allah, di samping juga menjelaskan hukuman yang akan diterima oleh orang-orang zalim dan para penjahat.

Dalam hal ini, Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan semua kisah dari rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu, yaitu kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu…" [QS. Hûd: 120]

Berangkat sari situ, maka mempelajari Al-Quran merupakan salah satu faktor yang menyebabkan seseorang bisa teguh memegang kebenaran.

3.        Menaati Allah dan Menjauhi Maksiat

Ketaatan adalah nutrisi hati, sedangkan maksiat adalah racun yang membuatnya mati. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya):

·         "Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kalian. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dengan hatinya, dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kalian akan dikumpulkan." [QS. Al-Anfâl: 24];

·         "Sungguh kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka)." [QS. An-Nisâ': 66]

Jika seorang hamba taat kepada Tuhan, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, niscaya ia akan tegar menghadapi berbagai cobaan. Namun jika ia melalaikan Syariat dan cenderung kepada maksiat, ia akan lemah berhadapan dengan cobaan yang ada. Seorang pujangga pernah berkata, "Aku melihat betapa dosa itu mematikan hati. Kecanduan dalam dosa mendatangkan kehinaan. Sesungguhnya meninggalkan dosa menghidupkan hati. Adalah baik bagi dirimu meninggalkannya."

4.      Banyak berzikir Mengingat Allah―`Azza wa Jalla

Mengenai hal ini, Allah―`Azza wa Jalla―berfirman (yang artinya):

·         "Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepada kalian dan Malaikat-Nya (memohonkan ampunan untuk kalian), supaya Dia mengeluarkan kalian dari kegelapan kepada cahaya. Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman." [QS. Al-Ahzâb: 41-43];

·         "(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan berzikir mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan berzikir mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram." [QS. Ar-Semoga Allah meridhainya`d: 28]

Saudaraku, tidakkah Anda memperhatikan, tatkala Allah mengutus Musa dan Harun kepada Fir'un, Allah berpesan kepada mereka agar banyak berzikir mengingat-NyaSubhânahu wata`âlâ, sebagaimana tercantum dalam ayat (yang artinya): "Dan janganlah kalian lalai dalam mengingat-Ku." [QS. Thâhâ: 42]

Allah juga menyuruh kaum muslimin untuk banyak berzikir ketika menghadapi orang-orang kafir dalam peperangan. Hal itu disinyalir dalam firman Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—(yang artinya): "Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian memerangi pasukan (musuh) berteguh hatilah kalian dan berzikirlah mengingat Allah sebanyak-banyaknya, agar kalian beruntung." [QS. Al-Anfâl: 45]

Banyak berzikir akan menguatkan hati dan fisik seorang hamba. Zikir membantu seseorang untuk menghadapi berbagai cobaan, serta membuatnya tegar menghadapi musuh.

5.    Dekat dengan Para Ulama yang Banyak Beramal

Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi yang membawa pengikut mereka menuju jalan Allah. Anas ibnu Malik—Semoga Allah meridhainya—pernah bercerita, "Baru saja kami mengangkat tangan kami dari (menguburkan) Rasulullah, kami telah mengingkari (bisikan-bisiakan di) hati kami." Kenapa tidak? Bukankah Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman―mengenai kedudukan Rasul-Nya di tengah umat―(yang artinya): "Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka dan mengajarkan mereka Al-Kitab (Al-Quran) dan Al-Hikmah (Sunnah), padahal sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata." [QS. Âli `Imrân: 164]

Syaikh Sa'id Hawa—Semoga Allah merahmatinya―mengomentari perkataan Anas ibnu Malik―Semoga Allah meridhainya―ini dengan mengatakan, "Ungkapan ini menunjukkan bahwa kebersihan hati tergantung kepada sejauh mana kedekatan dengan orang-orang benar dan keterikatan batin dengan mereka. Oleh sebab itu, kita menekankan pentingnya berintisab (berafiliasi) kepada para ulama yang giat beramal, rabbani, dan ikhlas."

Imam Ibnul Qayyim—Semoga Allah merahmatinya—berkata tentang syaikhnya, Ibnu Taimiyah—Semoga Allah merahmatinya, "Di saat ketakutan kami memuncak, dugaan-dugaan kami sudah tidak baik, dan bumi terasa sempit bagi kami, kami segera mendatanginya. Hanya dengan melihatnya dan mendengarkan kata-katanya, semua itu hilang; hati kami menjadi lapang, tegar, yakin, dan tenang."

Di samping yang dijelaskan di atas, masih ada faktor-faktor lain yang dapat membuat seseorang teguh memegang kebenaran. Faktor-faktor tersebut akan kita jelaskan dalam artikel berikutnya―Insyâallah.

Semoga Allah senantiasa meneguhkan hati kita dalam agama-Nya. Amin.

 

 

Artikel Terkait

Keutamaan Haji