Islam Web

Haji & Umrah

  1. Haji & Umrah
  2. Puasa

Kapan Sorang Musafir Boleh Tidak Berpuasa?

Kapan Sorang Musafir Boleh Tidak Berpuasa?

Diriwayatkan dari Ja`far Ibnu Jabr— may  Allaah  be  pleased  with  them—ia berkata, "Suatu ketika aku bersama Abu Bashrah Al-Ghifâry, shahabat Nabi— may  Allaah  exalt  his  mention dalam sebuah kapal yang berangkat dari Fushthâth di bulan Ramadan. Kemudian didatangkan kepadanya makanan." Ja`far berkata, "Belum jauh meninggalkan rumah-rumah (daratan), hingga ia meminta didatangkan bekal makanan. Ia berkata, '(Bawalah makanan itu) kemari!' Aku berkata, 'Bukankah engkau masih bisa melihat rumah-rumah itu?' Abu Bashrah menjawab, 'Apakah engkau tidak menyukai sunnah Rasulullah— may  Allaah  exalt  his  mention—?' Lalu Ja`far berkata, 'Kemudian ia (Abu Bashrah) pun makan." [HR. Abû Dâwûd, Ahmad].[1]

Diriwayatkan dari Muhammad Ibnu Ka`b— may  Allaah  be  pleased  with  them—berkata, "Aku pernah mendatangi Anas Ibnu Mâlik di bulan Ramadhan, sementara ia hendak melakukan safar (perjalanan jauh), kendaraannya telah disiapkan dan ia telah memakai pakaian safar. Setelah itu ia minta diambilkan makanan dan kemudian makan. Lalu aku bertanya kepadanya, 'Apakah hal ini sunnah?' Ia menjawab, '(Ya ini) sunnah.' Kemudian ia berangkat." [HR. At-Tirmîdzi, Menurutnya: shahih].[2]

Kandungan dan Hukum

Pertama: Di antara sunnah Nabi may  Allaah  exalt  his  mentionadalah berbuka (tidak berpuasa) ketika dalam keadaan safar. Diriwayatkan Rasulullah may  Allaah  exalt  his  mentionbahwa beliau pernah berpuasa ketika safar, sebagaimana diriwayatkan dari beliau bahwa beliau berbuka. Demikian juga diriwayatkan dari beberapa shahabat bahwa mereka berpuasa bersama Rasulullah dalam beberapa safarnya dan berbuka pada safar yang lain.

Kedua: Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa orang yang bersiap-siap untuk safar, ia boleh berbuka walaupun belum jauh meninggalkan kota atau daerah tempat ia memulai safar. Ibnul Qayyim— may  Allaah  be  pleased  with  them—berkata, "Para shahabat— may  Allaah  be  pleased  with  her—ketika mereka bersiap-siap untuk safar, mereka berbuka tanpa melihat apakah mereka telah meninggalkan rumah, dan mereka mengatakan bahwa hal itu adalah sunnah dan petunjuk Rasulullah— may  Allaah  exalt  his  mention."[3]

Ketiga: Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa barang siapa yang disuatu pagi berpuasa kemudian ia bersiap-siap untuk safar, maka dibolehkan baginya berbuka pada hari itu, berbeda dengan ulama yang melarang hal itu. Ibnul Qayyim— may  Allaah  be  pleased  with  them—berkata, "Riwayat-riwayat ini sangat jelas bahwa orang yang berangkat safar pada suatu hari di bulan Ramadhan, dibolehkan baginya untuk berbuka pada hari itu."[4]



[1] Diriwayatkan oleh Abu Dâwûd (2412), Ahmad (398/6), Ad-Dârimi (1713), Ath-Thabrâni dalam Mu`jam Al-Kabîr (279-280/2) no. 2196-2170. Asy-Syaukâni dalam Nailul Athâr (311/4) berkata: Sanad hadits ini tsiqât. Lihat Tuhfatul Ahwadzi (430/3), dan dishahihkan oleh Al-Albâni dalam kitab Al-Irwâ' (163/4) no. 928   

[2] Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, ia mengatakan, "Hadits ini hasan." (799-800), Ad-Dhiyâ' dalam kitab Al-Mukhtârah (2602), Ad-Dâraquthni (187/2), Al-Baihaqi (247/4), dan dishahihkan oleh Al-Albâni dalam kitab Al-Irwâ' (64/4).   

[3] Zâdul Ma`âd (56/2). Diriwayatkan dari imam Ahmad bahwa beliau berbuka apabila telah berangkat dari rumah. Ishâq bin Râhûyah berkata, "Bahkan ketika ia hendak berangkat, ia boleh berbuka sebagaimana dilakukan oleh Anas bin Mâlik— may  Allaah  be  pleased  with  them." Lihat Al-Mughni (345-348/4) dan Fathul Bâri (180-182/4).   

[4] Zâdul Ma`âd (56/2), lihat: Tahdzîbus Sunan (39/7). Ini adalah pendapat Asy-Sya`bi, Ahmad, Ishâq, Dâwûd dan Ibnuz Zubair, berbeda dengan pendapat ketiga Imam dan Al-Auzâ`i. Karena mereka berpendapat bahwa barang siapa yang telah berniat puasa pada suatu pagi kemudian ia ingin melakukan safar, maka ia janganlah ia berbuka pada hari itu. Lihat juga Mukhtârus Sunan karya Al-Mundziri (291/3)  

Artikel Terkait

Keutamaan Haji