Hukum Wanita Bermesraan dengan Teman Sejenisnya pada Bulan Ramadhân

27-3-2019 | IslamWeb

Pertanyaan:

Apa hukum mencium, saling mengusap, dan berhubungan mesra antara dua orang gadis di bulan Ramadhân?

Jawaban:

Segala puji bagi Allah. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah, beserta keluarga dan para shahabat beliau. Ammâ ba`d.

Berhubungan mesra antara wanita dengan wanita dengan saling mengusap dan mencium termasuk dosa besar. Keharaman hal ini ditunjukkan oleh agama, akal, dan fitrah yang lurus. Ibnu Qudâmah—Semoga Allah merahmatinya—menyebutkan di dalam kitab Al-Mughni, "Jika dua wanita saling memijit, keduanya adalah pezina yang terlaknat, sebagaimana yang diriwayatkan dari Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—bahwasanya beliau bersabda, 'Apabila seorang wanita mendatangi wanita, maka keduanya adalah pezina.' Tidak ada had (hukuman yang sudah ditentukan ukurannya oleh syariat) bagi keduanya, karena tidak mengandung makna jimak. Ia seperti menggauli wanita di selain kemaluan, dan bagi keduanya hukuman dari hakim."

Apabila hal itu terjadi di bulan Ramadhân, maka dosanya lebih besar. Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—telah bersabda, "Siapa yang tidak meninggalkan kata-kata bohong, (tidak meninggalkan) beramal dengannya, dan (tidak meninggalkan) kebodohan, maka Allah tidak butuh ia meninggalkan makanan dan minumannya."

Tidak diragukan lagi bahwa kebodohan yang paling buruk dan paling besar adalah tindakan bermesraan antara wanita dengan teman sejenisnya. Wajib atas wanita yang melakukan perbuatan itu untuk bertaubat kepada Allah—`Azza wajalla—atas kejahatan besar yang telah ia lakukan. Kemudian, jika hubungan ini mengakibatkan keluarnya mani, maka batal puasanya, dan wajib baginya mengqadhanya, karena sengaja mengeluarkan mani ketika puasa wajib termasuk perkara yang membatalkan puasa.

Ibnu Qudâmah—Semoga Allah merahmatinya—berkata, "Kalau seseorang melakukan onani dengan tangannya, sungguh ia telah melakukan perbuatan yang haram, dan puasanya tidak batal kecuali keluar mani. Jika ia mengeluarkan mani, maka batal puasanya, karena hal itu serupa dengan mencium dalam hal membangkitkan syahwat."

Jika tindakan bermesraan itu mengakibatkan keluarnya madzi, maka ada dua pendapat tentang batal dan tidaknya puasa. Imam Abû Hanîfah dan Imam Asy-Syâfi`i berpendapat tidak batal. Pendapat ini juga yang dipilih oleh Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyyah. Jika tindakan itu tidak mengakibatkan keluarnya sesuatu, maka puasanya sah, dengan tetap harus bertaubat, sebagaimana yang telah kami jelaskan di atas.

Wallâhu a`lam.

www.islamweb.net