Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau
Setiap orang yang dicuri atau dirampas barangnya, kemudian ia menemukannya berada di tangan pencuri atau orang lain, maka ia berhak mengambilnya sekalipun dengan cara paksa, selama ia tidak khawatir akan menimbulkan kerusakan yang lebih besar daripada kehilangan barang itu, seperti ia dituduh berkhianat dan mencuri. Tidak disyaratkan (untuk mengambilnya) harus melapor kepada hakim.
Jika ia tidak menemukan barangnya yang asli namun berhasil menemukan barang yang seharga (dengan barangnya) di antara harta milik pencuri itu, maka ia boleh mengambilnya untuk menutupi kehilangan hartanya yang dicuri itu. Imam Al-Bukhâri—Semoga Allah merahmatinya—menuliskan, "Bab tentang Qishâsh oleh Orang yang Dizalimi Jika Menemukan Harta Orang yang Menzaliminya. Ibnu Sîrîn mengatakan: 'Orang itu boleh meng-qishâsh pencuri barangnya (membalas dengan perlakukan yang sama)'. Kemudian ia (Ibnu Sîrîn) membaca firman Allah (yang artinya): 'Dan jika kalian memberi balasan, balaslah dengan balasan yang sama dengan apa yang ditimpakan kepada kalian.' [QS. An-Nahl: 126]."
Al-Hâfizh Ibnu Hajar mengomentari perkataan Imam Al-Bukhâri di atas dengan berkata, "Maksudnya, apakah si korban boleh mengambil barang yang senilai dengan miliknya, sekalipun tanpa keputusan hakim? Ini merupakan permasalahan yang terkenal (di kalangan ulama) dengan masalah 'zhafar' (pengambilan hak yang dicuri). Pengarang (Imam Al-Bukhâri) memilih pendapat yang membolehkan ini, oleh karenanya, ia menyebutkan perkataan Ibnu Sîrîn, sebagaimana kebiasaannya dalam menguatkan suatu pendapat menggunakan atsar."
Atas dasar itu, jika Anda benar-benar yakin bahwa sepatu yang Anda temukan di tangan orang itu merupakan milik Anda, dan Anda sangat mengenal ciri-ciri dan tandanya, maka tidak masalah Anda mengambil sepatu yang ada di tangan Anda sekarang, dan itu merupakan bagian dari hak Anda yang wajib ia kembalikan itu.
Wallâhu a`lam.