Istri saya memiliki utang lima hari puasa Ramadhân yang lalu, dan sekarang, ia hamil bulan kedelapan. Apa solusinya?
Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Kewajiban orang yang tidak berpuasa Ramadhân adalah meng-qadhâ' puasa hari tersebut sebelum masuk bulan Ramadhân berikutnya, selama halangannya tidak berketerusan sampai masuk bulan Ramadhân berikutnya. Jika halangannya berkelanjutan, ia tidak berdosa dan tidak wajib membayar kafarat karena keterlambatan qadhâ' itu. Tetapi jika halangannya tidak berkelanjutan, dan ia mampu meng-qadhâ', namun ia tidak melakukannya sampai masuk Ramadhân berikutnya, padahal ia tahu bahwa menunda qadhâ' itu tidak dibolehkan, maka ia berdosa dan harus meng-qadhâ' setelah Ramadhân kedua berakhir, ditambah dengan membayar kafarat untuk keterlambatannya itu. Kafarat yang dimaksud adalah memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari qadhâ' yang terlambat itu, dengan ukuran sekitar 750 gram makanan pokok.
Berdasarkan itu, jika istri Anda mampu meg-qadhâ' puasanya itu sekarang, maka ia wajib melakukannya. Jika tidak, ia wajib meng-qadhâ' setelah Ramadhân ini dan memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari qadhâ'-nya, jika ia pernah mampu meng-qadhâ' tapi tidak melaksanakannya.
Imam An-Nawawi—Semoga Allah merahmatinya—berkata, "Jika seseorang memiliki kewajiban meng-qadhâ' puasa satu bulan Ramadhân atau sebagiannya, apabila ia mempunyai halangan untuk menundanya, misalnya karena sakit yang berkelanjutan, atau karena perjalanan, dan sebagainya, maka ia boleh menundanya selama masih ada halangan itu, walaupun berlangsung selama bertahun-tahun. Ia tidak harus membayar fidyah untuk keterlambatan tersebut, walaupun bulan Ramadhân datang silih berganti, dan ia belum meng-qadhâ'. Ia hanya wajib meng-qadhâ', karena jika halangan itu membuatnya boleh menunda puasa Ramadhân, sudah tentu menunda qadhâ' lebih diperbolehkan lagi. Tetapi jika tidak ada halangan, ia tidak boleh menuda qadhâ', tanpa ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentang hal itu. Ia wajib meng-qadhâ'-nya sebelum Ramadhân tahun berikutnya tiba."